Rabu Sore, langit Desa Kertoraharjo Kecamatan Tomoni Timur sedang cantik-cantiknya. Awan putih berbaris rapi seperti ikut upacara. Di bawahnya, halaman Pura Dalem Penataran penuh warna, kuning, putih, merah, dengan sesaji tersusun rapi. Aroma dupa, janur, dan bunga berpadu jadi satu.
Hari ini, umat Hindu Desa Kertoraharjo merayakan Piodalan, ulang tahun pura yang sudah jadi jantung spiritual desa ini.
Seperti biasa, upacara diawali dengan pecaruan. Ritual mensucikan tempat dan sarana-prasarana upacara. Bahasa sederhananya : "dibersihkan dulu, biar upacaranya steril." Sama seperti kita mau pesta ulang tahun, meja kursi dilap dulu, rumah dibereskan, baru tamu disambut.
Setelah itu, umat mulai menghaturkan piodalan. Doa dan persembahan ditujukan kepada para Dewa, hingga puncaknya kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa. Seolah semua energi, harapan, dan doa warga desa terkumpul di satu titik : Pura Penataran
Di barisan depan, terlihat Ida Empu Laksita Darma memimpin upacara. Dengan khidmat, beliau memandu jalannya ritual. Suaranya tenang, mantranya mengalun. Dan umat pun larut, duduk bersila, berserah penuh pada Sang Pencipta.
Menariknya, suasana Piodalan selalu punya dua wajah, khidmat dan meriah. Khidmat, karena doa-doa dibacakan. Meriah, karena wajah-wajah umat penuh senyum. Anak-anak ikut duduk bersila, sesekali melirik ke kiri-kanan, mungkin berharap segera ada jajan selepas sembahyang.
Dan seperti semua cerita, upacara juga punya penutup. Disebut penyineban. Bukan berarti selesai, melainkan jeda. Seperti pintu yang ditutup sementara, agar lain hari bisa dibuka lagi dengan sukacita baru.
Piodalan kali ini bukan sekadar ulang tahun pura. Ia jadi pengingat bahwa hidup perlu disucikan, perlu dirayakan, dan perlu ditutup dengan rasa syukur.
Kertoraharjo sore itu tidak hanya berdoa. Ia sedang menulis ulang janjinya kepada Tuhan, dengan dupa, canang, dan hati yang tulus.
@yul.lutim
#CamatTomoniTimur
#PiodalanDesaKertoraharjo
Pengunjung Hari Ini
Pengunjung Bulan Ini