Ada yang berbeda di Pekan Literasi Kabupaten Luwu Timur, Rabu pagi, 23 Juli 2025. Di antara buku-buku yang tertata rapi dan bait-bait kalimat yang menggema dari panggung lomba bertutur, hadir satu suara kecil yang begitu memikat. Suara itu berasal dari seorang gadis kecil asal Dusun Muhajirin, Desa Cendana Hitam, Kecamatan Tomoni Timur. Namanya : Nyoman Alin Kanya Santana.
Lahir di Cendana Hitam pada 12 Februari 2015, Nyoman Alin adalah gambaran nyata bahwa usia muda tak pernah membatasi kedalaman rasa dan ketajaman tutur kata. Di ajang Lomba Bertutur bagi Siswa-Siswi SD/MI Tingkat Kabupaten Luwu Timur Tahun 2025, yang digelar oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Luwu Timur, Alin mencuri perhatian, bukan hanya karena lantang suaranya, tapi karena isi ceritanya, yang menyentuh dan menghidupkan imajinasi. Ia berhasil menyabet Juara 2, mengalahkan puluhan peserta lain yang datang dari seluruh penjuru Luwu Timur.
Yang membuatnya begitu istimewa: Alin membawakan sebuah cerita rakyat lokal, tentang asal-usul nama Kecamatan Wasuponda, kisah tentang nenas yang tumbuh di atas batu, sebuah legenda terkenal yang bukan hanya kaya makna, tapi juga menyimpan kearifan lokal yang hampir terlupakan. Dengan penghayatan yang dalam, Alin menghidupkan kembali suara masa lalu yang nyaris senyap. Ia menjadikan legenda itu sebagai pelita, menyampaikan kepada generasi kini bahwa cerita rakyat adalah jantung kebudayaan yang tak boleh padam.
Di bawah bimbingan hangat Kepala sekolah Wagiran,S.Pd dan para guru di UPT SD 174 Gunung Sari, tempat ia menimba ilmu setiap hari, Nyoman Alin membuktikan bahwa literasi bukan sekadar kemampuan membaca, tapi juga menjiwai dan menyampaikan kembali dengan makna. Di rumah, ia anak yang sederhana. Tapi begitu panggung terbuka, ia menjadi pencerita ulung yang menghipnotis pendengarnya.
Tak sulit menebak dari mana kecintaannya pada kata-kata tumbuh. Sejak dini, Alin telah melahap buku-buku cerita : Putri Loeha dan Payung Saktinya, Sang Pemenang, Fugo si Ikan Buntal, Rumah Singgah, hingga Pelangi di Ujung Kampung. Buku-buku itu menjadi pelita kecil yang menuntunnya melangkah ke atas panggung dan menyalakan imajinasi anak-anak lain yang menonton.
Cita-citanya ? Menjadi seorang guru, sebuah profesi mulia yang bukan hanya mengajar, tapi mendidik. Dan Alin sudah menunjukkan bakat mendidik lewat caranya bercerita yang menyentuh, menggugah, dan membangun harapan.
Ia juga tak sendiri. Ada cinta dan dukungan yang mengiringi langkah kecilnya, dari ayah Made Pajeg A.M dan ibu Ni Wayan Sri Ekawati. Keduanya percaya, bahwa keberanian anak untuk tampil bukan sekadar dilatih, tapi juga diyakini.
Seperti kata pepatah, cerita yang baik tak akan pernah usang. Maka Nyoman Alin, dengan tuturannya yang jernih dan hatinya yang bening, menjadi bukti bahwa generasi literasi sedang tumbuh. Dalam dirinya, kita melihat harapan: bahwa masa depan Indonesia akan dijaga oleh anak-anak yang mencintai buku, menyayangi kata, dan menghidupkan cerita.
Selamat, Alin. Teruslah menuturkan dunia. Karena dengan cerita, kamu tak hanya menghibur, tapi juga memberi makna. Karena di balik kisah nenas yang tumbuh di batu, ada gadis kecil yang juga sedang tumbuh, menjadi inspirasi yang tak lekang oleh waktu.(#)
#yul.lutim
#CamatTomonitimur
#Sdn174GunungSari
#CendanaHitamBerprestasi
#SuaraKecilBerjiwaBesar
#WasupondaDalamCerita
Pengunjung Hari Ini
Pengunjung Bulan Ini